SEKADAU, (Sekadau Post) - Kabupaten Sekadau memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai, salah satunya adalah Kain Panget Mualang, warisan tradisional dari sub suku Mualang. Kain ini awalnya dikenal sebagai kain pengantin wanita yang digunakan pada acara pernikahan adat, dan memiliki nilai sejarah serta filosofi yang mendalam.Panget Mualang. Foto: Dok. Dekranasda Kabupaten Sekadau
Pada masa lalu, Kain Panget Mualang hanya berbentuk kain sarung atau tapih. Namun, seiring waktu, kain ini dimodifikasi menjadi bentuk rok dan selempang agar lebih praktis digunakan. Motif pada kain ini sederhana namun sarat makna, memadukan warna hitam dan putih dengan pola seperti kotak-kotak, cengkok pakis (jengkong kelindang), dan pucuk rebung yang merupakan simbol kesejukan/keteduhan hidup manusia bersama alam semesta dan simbol kemurnian hidup.
Selain kain, kelengkapan lainnya seperti ikat pinggang, gelang perak, anting perak, dan mahkota perak yang disebut Tanduk Kutu melengkapi busana pengantin wanita. Aksesoris perak ini melambangkan status penting, menjadikan pengantin sebagai "ratu sehari" pada acara pernikahan.
Kain Panget Mualang pertama kali ditenun sekitar tahun 1920 oleh Nenek Bunga, seorang perajin dari sub suku Mualang saat Bapak Djeragam, yang merupakan ayah dari Drs. Arsenius Meningan, masih berusia 4 tahun. Hingga kini, kain ini tetap menjadi simbol budaya dan tradisi masyarakat Mualang, yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Sekadau terus berupaya melestarikan kain tradisional ini agar tidak punah. Selain sebagai warisan budaya, Kain Panget Mualang juga memiliki potensi ekonomi, khususnya dalam industri kerajinan dan pariwisata.
Sebagai bagian dari identitas budaya Kabupaten Sekadau, Kain Panget Mualang tidak hanya menjadi simbol tradisi tetapi juga kebanggaan masyarakat, yang mencerminkan keindahan dan filosofi kehidupan masyarakat Mualang.